Sabtu, 01 Agustus 2009

SEMESTA BERSANGGAMA

Dharma mengajarkan bahwasanya manusya berasal dari leluhur yang disebut para
dewata, sains modern mulai meneliti adakah kaitan manusya dengan manusya, atau
mahluk-mahluk angkasa luar. Tubuh manusya ternyata adalah sebuah perpustakaan,
ibarat chip computer kecil yang memuat gen-gen semesta, sebuah rahasya yang
sedang menguak! Seperti apakah jati diri dan hakekat manusya di bumi dan peranannya
di semesta raya yang maha luas nan tidak terbatas ini?


Sejauh ini seksualitas masih tabu dibicarakan apalagi dimaknai secara spiritual
oleh kaum-kaum agamis tertentu yang terjebak dalam nilai-nilai dosa, kemunafikan
dan “kebodohan” ragawinya sendiri, padahal seksualitas adalah warisan
para dewata, leluhur umat manusya yang menghuni semesta jagat raya. Seksualitas
bukanlah keping-keping pornography murahan dan vulgar, namun adalah intisari
kehidupan Bhagawatam (Ilahi) yang diwariskan dari masa ke masa, dari mahluk
ke mahluk, dari fauna ke fauna, dan dari flora ke flora. Semesta raya bersanggama
dalam ritus-ritus Ketuhanan Yang Maha Esa, Yang Maha Pencipta tanpa harus terliput
dosa-dosa dan noda-noda.




Sebuah arca Ganeshya terdapat di candi Hoysala di India Selatan (abad 12), Arca
ini menggambarkan secara Tantrik mistri seksualitas, Sri Gajanana yang kuat
ini, yang melambangkan kedashyatan energi seksual semesta dan manusya. Belalainya
melambangkan keperkasaan sebuah lingga (phalus) dan mulutnya yang terbuka lebar
melambangkan yoni (vagina), perpaduan antara pria-wanita, purusha dan prakriti
baik secara skala maupun niskala. Semua upacara Hindu di India dimulai dengan
puja-puji dan mantram-mantram ke Ganeshya dahulu baru ke dewata-dewata lain,
aneh Tri-sandhya kita malah tidak menyebutnya sama sekali, dan kita pun sering
“tersesat” ke dalam awidya, padahal Negara Indonesia dengan jumlah
penduduk Islam terbesar di dunia meletakkan lambang dewa widya ini di ITB, IPB
dan uang pecahan Rp 20.000 (lama), bahkan seorang SBY sekalipun amat menghormatinya
dengan memulai awal-awal kampanyenya di Sasana Ganeshya di Bandung, Jawa-Barat
untuk apa kalau bukan untuk sebuah kesuksesannya.


Ganeshya sebagai lambang spiritual, widya dan seksualitas adalah hasil sinergi
dari Tri-murti dan Trishakti, yaitu pasangan Brahma-Saraswati, Shiwa-Kali dan
Wishnu-Lakshmi.

Brahma-Saraswati memancarkan kehidupan, kelahiran dan kreativitas. Shiwa-Kali
melambangkan transendental spiritual, kematian (daur ulang), Wishnu-Lakshmi
adalah Pengayom dan Pemelihara kehidupan ini.

Tahukah anda ketiga prinsip-prinsip utama yang menyatu dalam Ganeshya ini disebut-sebut
para ahli sebagai prinsip-prinsip konsep anthropomorphic, dan ketiga unsur kelahiran,
pemeliharaan dan daur ulang kehidupan ini jelas-jelas terserap ke ajaran-ajaran
lain seperti Buddhisme, Taoisme, Nasrani dan memuncak pada Islam yang melambangkan
seksualitas spiritual dalam bentuk Kabalistik, yang sudah dimulai sebelum Judaisme
dan Nabi Ibrahim hadir di kawasan Timur-Tengah, tidak dapat dipungkiri Ka’abah
adalah wujud bangunan Lingga-Yoni terbesar di dunia semenjak zaman Paganisme
sampai saat ini, Nabi Muhamad S.a.w melestarikannya sesuai wahyu-wahyu yang
didapatkannya dari Allah Subhanawatallah. Dengan kata lain pemujaan ke Lingga-yoni
lambang seksualitas suci masih dilakukan dalam agama Islam dengan puncak ritual
yang disebut Haj (naik Haji), manusya-manusya berpradakshina 7 kali memutari
Ka’abah dengan memakai Ikhram putih-putih, dari jarak ketinggian terlihat
sebagai sperma sperma putih yang mengelilingi lingga dan yoni ini. Pada awal-awal
kehidupan perpaduan pria-wanita yang menghasilkan kelahiran adalah nilai-nilai
tertinggi yang dipuja manusya, sesuai dengan perilaku semesta yang bersanggama
menyatu, setiap saat.

Artikel ini ditujukan kepada setiap insan dharmais agar sadar bahwasanya seksualitas
adalah anugrah alam yang menakjubkan, bukan sekedar ilusi-ilusi bohong UUD pornography
yang malahan melecehkan anugrah yang maha tinggi ini yaitu inti sari dari pada
kehidupan ini, yang sering sekali salah disikapi. Selama hadir Bunda Pertiwi,
maka akan hadir juga seksualitas sebagai penerus generasi-generasi berbagai
ciptaan-ciptaanNya. Seksualitas berasal dari semesta, dan menunjang balik ke
semesta itu sendiri melalui proses regenerasi. Untuk itu alam menambahkannya
dengan gairah, nafsu dan makna-makna rahasya yang sering disalah gunakan oleh
manusya yang tidak dapat memahaminya dengan selera spiritual dan widya yang
terkendali.

Padahal setiap sanggama mahluk apapun juga apalagi manusya adalah penerusan
dari sanggamanya para leluhur kita, yaitu para dewata. Setiap sperma yang dipancarkan
dan setiap sel-sel ovary (indung telur) mengandung cahaya-cahaya misterius yang
dapat anda saksikan melalui mikroskop. Sanggama antara pasangan adalah medan
magnet yang sakral dan berdaya harmonis atau sebaliknya dapat merusak dengan
potensi yang amat tinggi. Tinggal manusya menentukan seksualitas, akan kebablasan
atau akan dilestarikan (perang antara dewata dan asuras) berlangsung terus di
dalam diri ini.

Pada tahap-tahap spiritual tertinggi, pasangan suami istri bahkan tidak perlu
menyentuh satu dengan yang lain. Cukup dengan prana (medan magnet tubuh-halus)
masing-masing dapat memuaskan secara lahir dan bathin, (tidak perlu menjadi
tua terlebih dahulu), yang penting dan utama adalah landasan kasih dan spiritual
yang memayungi dan memagarinya.



Salah satu aspek terpenting dan terindah, yang mempesona dan mengikat manusya
adalah anugrah seksualitas, bahkan semua ciptaan-ciptaan di semesta raya ini
bersanggama dalam kasih satu dengan yang lain melalui sentuhan-sentuhan Prema
(Kasih Ilahi = Kasih Bhagawatam). Kalau Sang pencipta tidak mengasihi kita dan
seluruh ciptaan-ciptaannya, maka Ia tidak disebut Yang Maha Pengasih, dan tidak
ada kasih tanpa seksualitas spiritual di dalamnya. Dengan kata lain Hyang Widhi
Wasa adalah juga Maha Prema.

Para leluhur umat Dharmais sangat bertanggung jawab akan nilai-nilai seksualitas
antar pasangan, Weda-weda, Upanishads, Bhagawat Gita, Kamasutra, Garbha widya,
dan Tantraisme penuh dengan rambu-rambu ketat agar kita tidak bersetubuh secara
serampangan dan nafsu-nafsu liar harus dijinakkan melalui lembaga vivaha (kemenangan),
melalui upaya-upaya yoga, meditasi dan vegetarianisme, melalui pemujaan-pemujaan
sakral dan bermakna kepada simbol-simbol lingga-yoni yang adalah Simbol-simbol
Purusha dan Prakriti.

Seksualitas-spiritual yang terkendali secara prima dapat menghasilkan sebuah
bentuk-bentuk pengalaman-pengalaman seksual secara multidimensional. Itulah
sebabnya di masa-masa lalu sanggama pasangan suami istri diatur pada hari senin
(harinya Shiwa) dan kamis (harinya shakti Durga), yang diawali puasa-puasa ringan,
upacara meditasi dan puja bersama-sama suami istri dan pada masa-masa lalu ejakulasi
dini maupun orgasme wanita yang tertunda bukan masalah, karena tubuh manusya
begitu kuat sehingga dalam semalam sanggama dapat belangsung berkali-kali penuh
gairah seksualitas tinggi yang terkendali apik, dan indah, harmonis dan romantis.
Pasangan suami istri tidak perlu gagah atau cantik, yang vital adalah teknik-teknik
Kamasutra, mantram-mantram dan pemahaman akan betapa indahnya seksualitas, dan
betapa menakjubkan makna-maknanya. Jurus-jurusnya: hormatilah tubuhmu, hormatilah
tubuh pasangannmu, beraktivitas seksual harus dilandasi “suka sama suka”,
bukan karena terpaksa!

Karena energi seksual adalah energi kehidupan ini, setiap pria dan wanita adalah
reinkarnasi agung dari para leluhur dewa dewi yang jumlahnya tak terjabarkan,
kita semua adalah perwujudan dewa-dewi ini, kita semua ciptaan adalah bagian-bagian
dari semesta dan penunjang-penunjangNya. Dia Yang Maha Seksualitas adalah sumber
dari berbagai medan magnet seksualitas dalam bentuk-bentuk purusha (unsur-unsur
positif) dan prakriti unsur-unsur negatif yang selaras, tanpa dualitas ini tidak
ada sanggama (pertemuan) apapun juga. Perhatikan kata sanggama (sanggam) yang
berarti pertemuan dua kutub yang sakral, penuh dengan kehidupan yang lestari
bagi semua dan sesama secara harmonis.

Seksualitas semesta menghadirkan rekayasa genetika (blue-print, cetak-biru)
dalam jiwa raga kita secara sistematis dan alami, ini adalah mahakarya alam
yang belum difahami sebagian amat besar umat manusya, tetapi mulai tersibak
dalam sains modern. Seluruh sistem karma dan reinkarnasi tertata secara rapi
dalam tubuh kita tanpa dapat dapat diganggu gugat, dari satu kelahiran ke kekelahiran
yang lain. Bhagawat Gita dan Upanishads menyatakan secara tegas bahwasanya seluruh
memori-memori dibawa mati untuk dipacu ulang pada masa kelahiran-kelahiran berikutnya,
dan ini bukan teori tetapi kenyataan-kenyataan yang mengagumkan. Penelitian
penelitian dan film-film Barat mulai menguak dunia ini perlahan tapi pasti.
Reinkarnasi dan hukum karma secara pasti eksis, walaupun disebut-sebut dengan
nama-nama yang berbeda-beda dalam setiap ajaran agama-agama maupun spiritual,
hanya makna dan keterangannya yang sering kabur karena tidak disertai widya
(pengetahuan) yang memadai dan selaras, sesuai zaman dan latar belakang kebudayaannya
dan teknologi masa kini.

Orgasme adalah pancaran energi yang amat menyehatkan, seks yang aktif ternyata
amat menyehatkan, mengurangi stress dan sakit-sakit kepala, menambah gairah
kerja dan spiritual sekaligus menjauhkan manusya dari kanker rahim, payudara,
dan prostat, kesemuanya lalu menunjang usia tua yang sehat bugar. Leluhur membuktikannya
dengan anak-anak yang banyak sampai masa tua; pada masa lalu beranak 20 masih
disebut wajar-wajar saja, dan hal itu menunjukkan betapa perkasanya pasangan-pasangan
suami istri yang setia dan aktif sampai tua. Semua berkat ajaran Ayur weda,
yoga, meditasi, ajaran-ajaran Tantra dan Kamasutra yang berpayung pada landasan-landasan
Dharma yang agung.

Orgasme spiritual berbeda dengan orgasme/ejakulasi ragawi. Menurut Tantraisme,
setiap kali seorang pria berejakulasi maka “oja” (prana + seksual
energi) akan berkurang, namun hal ini masih tanda tanya karena orgasme di sisi
lain amat menyehatkan. Dalam yoga dan upaya-upaya meditasi Tantra, terdapat
berbagai teknik-teknik (biasanya di Astanga-yoga) untuk menahan keluarnya sperma,
hal ini dalam kurun waktu yang lama kalau dipratekkan secara teratur dapat menghasilkan
kesaktian-kesaktian dan energi-energi tertentu. Namun Ramayana menunjukkan betapa
Rahwana yang ekstrim tapa-bratanya lalu lepas kendali perilaku seksualnya setelah
melihat kemolekan Dewi Shinta. Di lain sisi Shiwa dan resi Viswamantra langsung
keluar spermanya begitu lepas dari tapa ribuan tahun, karena tidak tahan melihat
paha molek nan seksi para betari. Jadi sebenarnya pemahaman upaya dan hasrat
seksual tidaklah bermanfaat kalau jalan pikirannya malah liar dalam perzinahan.


Sebaiknya pujalah seksualitas sebagai anugrah Sang Pencipta yang harus dimaknai
setiap sisinya. Eksporasilah jiwa dan raga ini secara sensual dan bermartabat,
penuh hikmah-hikmah yang terkendali, jadikan cinta-kasih sebagai landasan sesuai
hukum-hukum alam yang penuh rasa sayang pada seluruh ciptaan-ciptaanNya, di
planet bumi ini.

Seperti halnya di semesta raya, setiap momen adalah seksualitas, raga kita dan
semua mahluk memang direkayasa untuk berevolusi melalui sensualitas dan seksualitas.
Bukalah mata dengan memandang dan memaknai semesta, isinya dan berbagai perilakunya.
Pada saat yang sama, tutuplah matamu, menerawanglah ke dalam relung-relung dan
rongga-rongga sanubarimu, dan kita akan menemukan rahasya-rahasya Kundalini
yang akan bangkit secara alami bagi setiap insan yang mampu menyelaraskan setiap
sel, setiap ion-ion tubuh dan setiap tarikan keluar-masuk nafasnya (pranayama).


Kebangkitan awal dari Kundalini (energi-energi vital, chakras-chakras energi
seksualitas) dapat menghasilkan siddhi (kekuatan dan persepsi sesat dan menyimpang)
atau widdhi (pengetahuan akan makna-makna kehidupan dan semesta ini) dan kuncinya
adalah seksualitas yang selaras dengan upaya-upaya spiritual. Berbahagialah
akan potensi-potensi seksualitas (kundalini), ia terbangkitkan menjadi mata
ketiga bukan karena ulah guru-guru yoga yang mengaku sakti, tetapi melalui upaya-upaya
selaras dari dirimu yang sarat akan keseimbangan spiritual dan seksualitas,
antara keselarasan purusha dan prakriti, antara lingga dan yoni. Inilah pesan-pesan
yang tersirat dalam arca-arca lingga-yoni, Trimurti dan Trishakti. Upacara terbesarnya
malahan terjadi di Mecca setiap tahun tanpa ada yang sadar akan makna-makna
yang sebenarnya yang telah terkandung pada zaman pra-Islam. Om Shanti-Shanti-Shanti
Om.


Mohan m.s Cisarua Juni-Juli 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar