Kamis, 13 Agustus 2009

Korelasi Bumi dan Manusia

Terdorong oleh
konsepsi-konsepsi tertentu dalam agama-agama tertentu maka banyak diantara kita
yang terpengaruh dengan konsep bahwasanya manusya adalah “ciptaan yang
paling mulia” diatas muka bumi ini, karena berbeda secara fisik, intelektual,
buddhi dan kesadarannya. Padahal segala kesusahan, peperangan, korupsi, kebatilan,
pengrusakan bumi antar manusya sendiri rasanya disampingkan begitu saja karena
terbius dengan konsep kemuliaan manusya yang tidak jelas keberadaannya.


Baik Vedanta maupun
Al-quran, atau Smriti maupun Sruti jelas-jelas memposisikan berbagai fauna dan
flora sebagai penunjang vital kehidupan manusya itu sendiri. Tanpa bumi maka
Panca Bhutam dan fauna flora manusya tidak mungkin eksis, toh kita malahan sering
merasa amat superior dibandingkan dari mahluk-mahluk lain, dan tidak segan-segan
mengorbankan mahluk-mahluk ini demi ego dan hasrat-hasrat kita yang tidak pernah
terpuaskan.


Banyak yang merasa
terhina bahkan ragu-ragu kalau ditegur bahwasanya semua ciptaan di dunia ini
sebenarnya saling menunjang dan sama mulia dan derajatnya di mata Sang Pemelihara
Alam (Prajapati). Sayangnya lagi sebagian kaum spiritualis kita gemar mecaru
atas nama agama bahkan “memperdagangkan” upacara-upacara ini tanpa
memikirkan akibat karma-karma buruk mereka sendiri karena terkena oleh konsep-konsep
yang tidak masuk akal. Kalau sebagian kaum pendeta kita masih hidup di zaman
Rig Weda, maka kaum intelektual Barat dan Timur telah memulai pelestarian alam
dengan berbagai inisiatif-inisiatif modern, termasuk eks wakil Presiden USA
AL GORE, yang konon akan diangkat menjadi Penasehat Khusus Lingkungan Hidup
Presiden USA yang baru yaitu OBAMA. Akhir-akhir ini mass media Barat sering
melaporkan studi-studi ilmiah yang menyatakan bahwasanya ikan paus yang banyak
diburu Jepang dan berbagai jenis tanaman-tanaman khusus ternyata memiliki kesamaan-kesamaan
yang amat mirip dengan manusya. Bahkan dikatakan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan
dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Hindu Dharma telah lama menegaskan
hal ini semenjak ribuan tahun yang lalu.


Raja Vikramajit (dikenal
sebagai Sulaiman atau Solomon di Timur Tengah) adalah pakar bahasa yang dapat
berkomunikasi dan memahami bahasa-bahasa segala fauna dan flora, demikian juga
Raja Parikesit. Kembali ke para peneliti modern , mereka juga menemukan bahwasanya
ada tumbuh-tumbuhan yang saling mengirimkan signal-signal ke teman-temannya
pada saat bahaya, ada yang bahkan sanggup mengeluarkan racun-racun tertentu
demi pertahanan diri. Cara berkomunikasi mereka konon menggunakan gelombang-gelombang
(elektromagnetik) radio kata para ahli-ahli ini.


Tidak asing lagi
kalau kita merawat ternak sapi ataupun bunga-bungaan dengan musik dan sentuhan
– sentuhan tangan bahkan dengan bicara lemah lembut, hasilnya susu makin
banyak, hewan makin jinak dan kooperatif dan tanaman-tanaman berbunga dan berbuah
lebat, Menurut beberapa nara sumber (ahli-ahli spiritual) dan penelitian barat,
ada jenis-jenis tanaman tertentu yang mampu menstransfer energi positif dan
spiritual ke manusya. Kita umat dharma kenal akan keampuhan pohon Beringin,
Boodhi, Tulasi dan Sirih dan berbagai aroma therapi dari bunga-bunga yang wangi
seperti mawar, melati, sandat, cempaka dst yang juga amat ampuh sebagai sarana
spiritual penghantar aura-aura yang positif bagi sekitarnya, namun pepohonannya
sendiri ternyata memiliki prana yang amat kuat bagi sekitarnya.


Mahluk-mahluk yang
selama hidupnya berguna dilahirkan kembali sebagai manusya-manusya atau mahluk-mahluk
yang berguna juga pada kelahiran-kelahiran berikutnya, demikian juga sebaliknya
(sesuai teori karma dan reinkarnasi yang kita fahami selama ini). Namun kalau
dievaluasi secara cermat

ternyata kelahiran sebagai flora fauna belum tentu merupakan hukuman, namun
lebih bersifat pembelajaran sekaligus pemanfaatan demi lestarinya bumi dan isinya.
Semua ciptaan di bumi ini saling menunjang, kalau benar demikian maka Sang Pencipta
adalah benar-benar Maha Pengasih, dan bumi maha pelestari semua ciptaan-ciptaanNya
secara sistematis dengan perhitungan yang amat cermat.


Bhagawat-Gita dan
berbagai Sastra-shastra Widhi lainnya mengatakan bahwasanya di dunia ini semua
mahluk menyiratkan hidup dan mati secara berulang-ulang, dan proses ini berkesinambungan
tanpa dapat dibendung oleh siapapun juga : “Wahai Arjuna, berbagai mahluk-mahluk
yang berlimpah – ruah ini pergi secara terus menerus, lahir dan lahir
lagi tanpa daya, dan terserap lagi menjelang tibanya malam Sang Brahma, dan
lagi pada pagi harinya Sang Brahma, mahluk-mahluk yang berlimpah ruah ini mengalir
keluar lagi (ber-reinkarnasi).”

Bhagawat Gita VIII – sloka19




Jadi sepertinya ada persamaan persepsi antara Barat dan Timur bahwasanya tidak
ada yang baru di semesta dan bumi ini. Reinkarnasi adalah sebuah rekayasa proses
untaian perputaran dan daur ulang yang amat canggih yang amat bermanfaat bagi
semua ciptaan termasuk manusia dan sekelilingnya, bukan hanya untuk manusia
saja (sistimatis alami).

Menurut Hwee-Yong Jang, (asal Korea Selatan) seorang ahli spiritual yang mampu
melihat masa depan nasib bumi dan manusya, maka bumi sebenarnya adalah sebuah
wahana besar yang menampung berbagai reinkarnasi-reinkarnasi dari loka-loka
yang lain selama jutaan tahun. Bumi sekaligus adalah tempat pembelajaran terakhir
bagi mahluk-mahluk luar angkasa yang dilahirkan sebagai manusya dan mahluk-mahluk
maha- ragam, manusya diberikan kemampuan berpikir dan bertindak bebas namun
hal tersebut mungkin juga berlaku bagi fauna, flora, batu-batuan, dsb. Konon
Beliau berkata (sesuai dengan wahyu-wahyu dan penampakan-penampakan yang didapatkannya
dari mahluk-mahluk angkasa luar yang berdimensi empat ke atas) bahwasanya jutaan
tahun yang lalu sewaktu bumi pertama-tama diciptakan dalam bentuk materi seperti
saat ini, maka para mahluk-mahluk luar bumi yang ingin bermigrasi ke bumi telah
diberikan berbagai pilihan. Mereka pada era itu diperbolehkan menjadi manusya,
fauna, flora atau bentuk-bentuk lainnya, namun disesuaikan dengan frekwensi
dan kapasitas minimum dan maksimumnya masing-masing (Satya Yuga). Bukan kah
kisah Mandara Giri menyiratkan hal yang sama?


Namun dengan berlalunya
sang waktu jutaan tahun kemudian, lambat laun telah terjadi perubahan-perubahan
yang drastis dimana, para mahluk secara perlahan tidak dapat mengingat lagi
masa-masa lalunya karena mengalami berbagai evolusi dan degradasi!


Bentuk-bentuk “primitif”
mengalami perubahan, keterampilan meningkat namun dengan semua perubahan-perubahan
ini manusyapun lalu bersikap tidak adil dan mengenaskan terhadap mahluk-mahluk
lain yang dianggapnya lebih inferior dari dirinya. Tetapi sistim (alam) alami
hukum - karma (hukum timbal balik universal) menuntut tanggung jawab dari manusya.
Di era Rig Weda misalnya sudah ada pembantaian binatang ternak sebagai pengorbanan
yang dianggap malahan mengangkat derajat hidup hewan-hewan bantaian tersebut
ke masa-masa kehidupan yang akan datang.


Namun pada akhir
era itu juga dan selanjutnya kita membaca adanya pengorbanan dalam bentuk pemberian
ternak dalam jumlah ribuan oleh raja-raja kepada para resi-resi agar dikembang-biakkan
demi pelestariaanya dan dibudidayakan manfaat susunya bagi masyarakat umumnya.
Pada akhir peperangan Mahabrata diadakan upacara Aswa Medha, yang konon katanya
mengorbankan jutaan ternak yang dibantai demi upacara tersebut. Namun setelah
itu Sri Krishna mendeklarasikan hadirnya Kaliyuga dan tidak akan ada pengorbanan
massal itu lagi di dunia ini.


Kembali ke pembantaian
jutaan hewan maka hewan-hewan ini dikembalikan lagi hidupnya sebagai manusya,
namun di dalam diri mereka ternyata hadir unsur-unsur balas dendam. Hilang lalu
keinginan untuk bereinkarnasi secara bebas,

tergantikan dengan reinkarnasi berdasarkan hukum karma. Itulah sebabnya kita
tidak mengenal istilah hukum karma di sebagian Weda-weda, tetapi teori ini baru
muncul di era Upanishad dan dipertegas di Bhagawat-Gita. Timbullah kemudian
sistim reinkarnasi yang multi kompleks dan membingungkan. Manusya dan para mahluk
sudah tidak dapat memilih lagi untuk dilahirkan sebagai apa yang dimauinya tetapi
langsung terseret oleh karma-karmanya sendiri yang kemudian diatur sistim alam
dan dilahirkan kembali melalui proses “balas-membalas” hidup-pun
lalu jadi menakutkan dan mengerikan seperti yang kita alami dewasa ini (peperangan,
penyakit yang mematikan, bencana dsb yang seakan-akan makin memuncak dengan
memuncaknya jumlah umat manusya di bumi ini), dan terakhir dengan pemanasan
global yang sedang menjurus ke pralaya.


Penelitian spiritual
juga sering sekali menemukan adanya frekwensi-frekwensi rendah pada manusya
dan sebaliknya terdeteksi juga frekwensi-frekwensi tinggi pada sebagian hewan
contoh ikan paus, pengquin, kura-kura, anjing, kucing, lumba-lumba, semut, lebah
dsb. Namun pada saat ini hanya manusya yang mayoritas mendapatkan kesadaran
spiritual melalui proses pembelajaran, mahluk-mahluk lain ditingkatkan frekquensi
spiritualnya melalui kelahiran sebagai manusya secara berulang-ulang!


Flora dan fauna yang
belum terbentuk sebagai manusya hanya dapat menunggu dengan kesabaran dan toleransi
dari manusya-manusya yang tersadarkan agar merekapun dapat dilahirkan sebagai
manusya yang beradab dan berpikir kemanusiaan.


Diantara manusya-manusya
yang tersadarkan, hanya sedikit sekali yang memiliki frekwensi spiritual yang
tinggi, dan jenis manusya ini dianggap”tidak waras dan melenceng”
oleh masyarakat pada umumnya yang memiliki frekwensi spiritual rata-rata saja.
Jangankan kaum spiritualis, Socrates, Einstein, Newton saja dianggap tidak waras,
ada yang malah dipenggal karena mengajarkan kebenaran dan teori perputaran bumi
versus matahari. Namun konon ada suatu saat lagi menurut kaum spiritualis ini,
dimana sebagian besar manusya yang tersisa dari pralaya akan menyadari betapa
mahluk-mahluk di bumi sebenarnya sederajat dengan manusya itu sendiri, karena
merupakan mata rantai kehidupan yang berkesinambungan secara sistematis (Bhagawat-Gita).


Pada saat ini sebagian
besar manusya masih gemar menyantap mahluk-mahluk lain, merusak habitat dan
hutan-hutan demi pemuasan ekonomi, ego, dan nafsu-nafsunya sendiri, peperangan
antar manusya itu sendiri adalah salah satu faktor ego yang tidak

terpuaskan yang merupakan lingkaran karma yang tidak pernah putus-putus.


Di tengah manusya
yang kacau balau ini lahir juga reinkarnasi-reinkarnasi agung (Awatara) yang
menurut para peneliti adalah mahluk-mahluk superior dengan dimensi ke empat
bahkan ke lima. Manusya-manusya super ini mampu melakukan berbagai keajaiban
dengan cara-cara yang tidak masuk akal para saintis. Di dunia ini rekayasa spiritual
ini sering disebut sebagai “pekerjaan iblis” oleh kaum tertentu
yang merasa dirinya benar di jalan Tuhan yang dianutnya, padahal iblis dan Tuhan
itu sendiri masih sulit dijabarkan wujud-wujudnya oleh mereka sendiri, yang
terjebak pada frekwensi-frekwensi spiritual yang rendah. (manusya adalah ciptaan
dalam wujud tiga dimensi).


Jadi tidak mengherankan
jika ditengah-tengah kita hadir manusya-manusya jenius superior secara sains
maupun spiritual, karena dimensi-dimensi yang lebih tinggi di alam ini mengatur
pola gerak dan hidup dimensi-dimensi yang lebih rendah. Perhatikan ciri-ciri
kaum suci, resi dan para nabi-nabi, mereka semua memiliki ciri yang hampir sama
baik dalam cara, pola berpikir, maupun berperilaku, rata-rata mereka tidak seperti
manusya-manusya pada umumnya. Pada masa Satya - Yuga semua manusya, fauna dan
flora berprilaku seperti itu, dan saat ini masih hadir juga hewan dan tumbuh-tumbuhan
dengan frekwensi-frekwensi tinggi, kalau tidak sudah lama bumi ini punah!


Kalau anda pada suatu
saat menemukan seseorang atau suatu peristiwa gaib maupun spiritual, hal tersebut
belum tentu kebetulan. Tetapi “pribadi” yang lebih tinggi frekwensinya
ini ingin menyampaikan “pesan” tertentu bagi persiapan masa depan
spiritual anda sendiri, manusya atau mahluk agung ini kemudian akan menghilang
setelah tugasnya untuk anda selesai.


Konsentrasi dan pemfokusan
pikiran, doa-doa dan puja-puji yang positif adalah salah satu kekuatan (energi)
prana yang dapat kita pakai untuk menghubungi dewa-dewa atau mahluk-mahluk dengan
frekwensi-frekwensi tertentu. Namun saya tidak akan pernah menganjurkan hal
ini, karena bagi saya lebih baik “dihubungi” daripada “menghubungi”
yang dapat salah sasaran dan menghasilkan visualisasi yang menakutkan. Konsentrasi
dan puja-puja ke Sang pencipta dalam wujud apapun adalah yang terbaik menurut
penelitian saya secara pribadi, dan tanpa pamrih akan menghasilkan sesuatu yang
menakjubkan


tanpa diminta, tetapi
jangan lalu masuk ke Siddhi (prilaku penuh pamrih yang berarti tersesat).


Hindari Agni Hotra
yang berlebih-lebihan dan mahal plus dan penuh pamrih tanpa tujuan-tujuan yang
jelas, hindari mantram-mantram untuk memperoleh anti bala, hujan dan demi ilmu
hitam, karena ada hukum karma-karmanya masing-masing. Apapun “manfaat
atau mudaratnya”, besar atau kecil, semua harus dibayar tuntas sekarang
atau nanti, tidak ada yang gratis di dunia, tidak juga hidup ini dengan segala
ekses-eksesnya!


Dengan selalu mendoakan
semua mahluk maka akan dihasilkan korelasi positif, aman dan nyaman dengan alam
dan segala isinya. Om Sarwam Bhutam Mangalam (semoga seluruh ciptaan sejahtera).
Om Shanti Shanti Shanti Om.



Mohan M.S

Cisarua, Shanti Griya Ganesha Pooja

22 – 2 - 09

4 komentar:

  1. HiMohan, it's Michael Jay... please contact me I am in UBUD now. mjgreenmountain@gmail.com thank you! Love, mj

    BalasHapus
  2. Hi Mohan, you can also try to call me at
    081999962254

    hope to hear from you soon.... Love.

    BalasHapus
  3. I have been trying to find Pak Mohan for a year ~ is he still here? Appreciate any reply from someone who knows. Om Shanti Shanti Shanti Om

    BalasHapus
  4. Om Swastyastu,
    Puji Syukur kehadapan Hyang Widhi karena diberi kesempatan untuk membaca tulisan yang sangat bermanfaat ini.
    Jika berkenan, bagaimana caranya saya berkonsultasi?
    Terimakasih atas semua yg Bapak berikan dlm blog ini.
    Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

    BalasHapus